SUMBER DAYA MANUSIA SEBAGAI OTONOMI DAERAH
PENGELOLAAN
PARIWISATA DI ERA OTONOMI DAERAH
A. Pengantar
Pembukaan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 memuat baik cita-cita, dasar-dasar, serta prinsip-prinsip penyelenggaraan negara. Cita-cita pembentukan negara kita kenal dengan istilah tujuan nasional yang tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu (a) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (b) memajukan kesejahteraan umum; (c) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (d) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pembukaan Undang Undang Dasar (UUD) 1945 memuat baik cita-cita, dasar-dasar, serta prinsip-prinsip penyelenggaraan negara. Cita-cita pembentukan negara kita kenal dengan istilah tujuan nasional yang tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu (a) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (b) memajukan kesejahteraan umum; (c) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (d) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Sektor pariwisata yang sudah
mendunia dan menyedot banyak wisatawan mancanegara bahkan lintas negara, juga
pada akhirnya mampu menjadi duta bangsa yang mengabarkan pada dunia, eksistensi
Banga dan Negara Indonesia. Menjadi duta kepada dunia dan mengabarkan kepada
dunia bahwa Indonesia adalah negara yang merdeka, aman, kondusif, maju dan
sejahtera. Sektor pariwisata ini dapat memberi gambaran wajah Indonesia kepada
dunia internasional.
Pariwisata di era otonomi daerah
adalah wujud dari cita-cita Bangsa Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial. Memajukan kesejahteraan umum dalam arti bahwa
pariwisata jika di kelola dengan baik, maka akan memberikan kontribusi secara
langsung pada masyarakat di sekitar daerah pariwisata, terutama dari sektor
perekonomian. Secara tidak langsung pariwisata memberikan kontribusi signifikan
kepada PAD suatu daerah dan tentu saja pemasukan devisa bagi suatu negara.
Akibat langsung yang timbul dari
pemberian otonomi daerah adalah adanya daerah basah dan daerah kering. Hal ini
disebabkan potensi dan kondisi masing-masing daerah di Indonesia tidak sama.
Daerah yang kaya akan sumber daya alam otomatis menjadi daerah basah seiring
dengan bertambahnya perolehan PAD-nya dari sektor migas misalnya, sedangkan
daerah yang minus sumber daya alam otomatis menjadi daerah kering. Namun
demikian tidak berarti daerah yang miskin dengan smber daya alam tidak dapat
meningkatkan PAD-nya, karena jika dicermati ada beberapa potensi daerah yang
dapat digali dan dikembangkan dari sektor lain seperti sektor pariwisata.
Dalam lingkup nasional, sektor
pariwisata dianggap sebagai sektor yang potensial di masa yang akan datang.
Menurut analisis World Travel and Tourism Council (WTTC), industri pariwisata
menyumbang 9,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada saat ini dan
diperkirakan pada tahun 2007 akan meningkat menjadi 10,1%. Jumlah perjalanan
wisatawan mancanegara (wisman) di Indonesia pada tahun 2004 mengalami
pertumbuhan sebesar 19,1% dibanding tahun 2003. Sedangkan penerimaan devisa
mencapai US$ 4,798 miliar, meningkat 18,8% dari penerimaan tahun 2003 sebesar
US$ 4,037 miliar.
Berdasarkan catatan sementara dari
Biro Pusat Statistik, jumlah wisman ke Indonesia pada tahun 2005 berjumlah
5,007 juta atau mengalami penurunan sebesar 5,90%. Penerimaan devisa
diperkirakan mencapai US$ 4,526 miliar atau mengalami penurunan sebesar 5,66%
dibanding tahun 2004. Namun demikian angka perjalanan wisata di dalam negeri
(pariwisata nusantara) tetap menunjukan pertumbuhan yang berarti. Di tahun 2005
diperkirakan terjadi 206,8 juta perjalanan (trips) dengan pelaku sebanyak 109,9
juta orang dan menghasilkan pengeluaran sebesar Rp 86,6 Triliun. Keseluruhan
angka tersebut di atas, mencerminkan kemampuan pariwisata dalam meningkatkan
pendapatan negara, baik dalam bentuk devisa asing maupun perputaran uang di
dalam negeri.
Berdasarkan analisis tersebut wajar
jika industri pariwisata di Indonesia dinilai sebagai sektor andalan penyumbang
devisa negara terbesar dalam bidang nonmigas. Terlebih ketika pemerintah
Indonesia mencanangkan program otonomi daerah, maka industri pariwisata
merupakan salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
penerimaan daerah.
Yang perlu mendapat perhatian bahwa
pengembangan industri pariwisata daerah terkait dengan berbagai faktor yang mau
tidak mau berpengaruh dalam perkembangannya. Oleh karena itu perlu diketahui
dan dipahami apa saja faktor- faktor yang secara faktual memegang peranan
penting dalam pengembangan industri pariwisata daerah khususnya dalam rangka
penerapan otonomi daerah, sehingga pada akhirnya pengembangan industri
pariwisata daerah diharapkan mampu memberikan kontribusi yang cukup besar bagi
peningkatan PAD dan mendorong program pembangunan daerah.
Ada beberapa isu strategis (politik,
ekonomi, sosial dan budaya) yang terkait dengan pariwisata di era otonomi
daerah yaitu: pertama dalam masa penerapan otonomi daerah di sektor pariwisata
adalah timbulnya persaingan antar daerah, persaingan pariwisata yang bukan
mengarah pada peningkatan komplementaritas dan pengkayaan alternatif berwisata.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti:
a. lemahnya pemahaman tentang pariwisata
b. lemahnya kebijakan pariwisata daerah
c. tidak adanya pedoman dari pemerintah pusat maupun provinsi.
a. lemahnya pemahaman tentang pariwisata
b. lemahnya kebijakan pariwisata daerah
c. tidak adanya pedoman dari pemerintah pusat maupun provinsi.
Akibatnya pengembangan pariwisata
daerah sejak masa otonomi lebih dilihat secara parsial. Artinya banyak daerah
mengembangkan pariwisatanya tanpa melihat, menghubungkan dan bahkan
menggabungkan dengan pengembangan daerah tetangganya maupun
propinsi/kabupaten/kota terdekat. Bahkan cenderung meningkatkan persaingan
antar wilayah, yang pada akhirnya akan berdampak buruk terhadap kualitas produk
yang dihasilkan. Padahal pengembangan pariwisata seharusnya lintas Provinsi
atau lintas Kabupaten/Kota, bahkan tidak tidak lagi mengenal batas karena
kemajuan teknologi informasi.
Isu kedua terkait dengan kondisi
pengembangan pariwisata Indonesia yang masih bertumpu pada daerah tujuan wisata
utama tertentu saja, walaupun daerah-daerah lain diyakini memiliki keragaman
potensi kepariwisataan. Hal yang mengemuka dari pemusatan kegiatan pariwisata ini
adalah dengan telah terlampauinya daya dukung pengembangan pariwisata di
berbagai lokasi, sementara lokasi lainnya tidak berkembang sebagaimana
mestinya.
Selain itu kekhasan dan keunikan
atraksi dan aktivitas wisata yang ditawarkan masih belum menjadi suatu daya
tarik bagi kedatangan wisatawan mancanegara, karena produk yang ditawarkan
tidak dikemas dengan baik dan menarik seperti yang dilakukan oleh negara-negara
pesaing. Salah satu kelemahan produk wisata Indonesia, yang menyebabkan
Indonesia kalah bersaing dengan negara-negara tetangga adalah kurangnya
diversifikasi produk dan kualitas pelayanan wisata Indonesia. Para pelaku
kepariwisataan Indonesia kurang memberikan perhatian yang cukup untuk
mengembangkan produk- produk baru yang lebih kompetitif dan sesuai dengan
selera pasar.
Isu ketiga berhubungan dengan
situasi dan kondisi daerah yang berbeda baik dari potensi wisata alam, ekonomi,
adat budaya, mata pencaharian, kependudukan dan lain sebagainya yang menuntut
pola pengembangan yang berbeda pula, baik dari segi cara atau metode,
prioritas, maupun penyiapannya. Proses penentuan pola pengembangan ini
membutuhkan peran aktif dari semua pihak, agar sifatnya integratif,
komprehensif dan sinergis.
Isu keempat dapat dilihat dari
banyaknya daerah tujuan wisata yang sangat potensial di Indonesia apabila
dilihat dari sisi daya tarik alam dan budaya yang dimilikinya. Namun sayangnya
belum bisa dijual atau mampu bersaing dengan daerahdaerah tujuan wisata baik di
kawasan regional maupun internasional. Hal tersebut semata-mata karena daya
tarik yang tersedia belum dikemas secara profesional, rendahnya mutu pelayanan
yang diberikan, interpretasi budaya atau alam yang belum memadai, atau karena
belum dibangunnya citra (image) yang membuat wisatawan tertarik untuk datang
mengunjungi dan lain sebagainya.
Memperbanyak variasi produk baru
berbasis sumber daya alam, dengan prinsip pelestarian lingkungan dan
partisipasi masyarakat, merupakan strategi yang ditempuh untuk meningkatkan
pemanfaatan keunikan daerah dan persaingan di tingkat regional dengan daerah
lain. Selain kualitas kemasan dan pelayanan, produk pariwisata berbasis alam
harus memberikan pengalaman lebih kepada wisatawan. Selanjutnya, pengemasan
produk wisata dan pemasarannya, haruslah memanfaatkan teknologi terkini.
Produk-produk wisata yang ditawarkan harus sudah berbasis teknologi informasi,
sebagai upaya meningkatkan pelayanan dan sekaligus meningkatkan kemampuan
pariwisata daerah menembus pasar internasional.
Sebagai konsekuensi untuk menjawab
tantangan isu dan mencapai tujuan-tujuan besar tersebut, daerah-daerah harus
melakukan inovasi, kreasi dan pengembangan-pengembangan terhadap
potensi-potensi pariwisata masing-masing daerah dengan mencari dan menciptakan
peluang-peluang baru terhadap produk-produk pariwisata yang diunggulkan.
B. Pengertian Pariwisata Sebagai Industri
Membicarakan indusri pariwisata tentunya juga tidak terlepas dari membicarakan batasan pengertian pariwisata itu sendiri. Pengertian istilah "Pariwisata" perlu dikemukakan karena istilah tersebut tidak selalu memberikan arti maupun ruang lingkup yang sama.
B. Pengertian Pariwisata Sebagai Industri
Membicarakan indusri pariwisata tentunya juga tidak terlepas dari membicarakan batasan pengertian pariwisata itu sendiri. Pengertian istilah "Pariwisata" perlu dikemukakan karena istilah tersebut tidak selalu memberikan arti maupun ruang lingkup yang sama.
Menurut definisi yang bersifat umum,
pariwisata adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat
untuk mengatur, mengurus, dan melayani kebutuhan wisatawan. Pariwisata berarti
perpindahan orang untuk sementara (dan) dalam jangka waktu pendek ke
tujuan-tujuan di luar tempat di mana mereka biasanya hidup dan bekerja, dan
kegiatan mereka selama tmggal di tempat tujuan-tujuan itu.
Menurut ketentuan perundangan di
Indonesia yang dimaksud dengan pariwisata adalah “segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan-pengusahaan obyek dan Jaya
tarik wisata beserta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut”.
Pariwisata sebagai industri atau lebih dikenal dengan istilah "Industri Pariwisata" belum dijumpai batasan pengertiannya dalam peraturan perundangan di Indonesia. Namur demikian parsa ahli kepariwisataan telah merumuskan pengertian tentang industri pariwisata.
Pariwisata sebagai industri atau lebih dikenal dengan istilah "Industri Pariwisata" belum dijumpai batasan pengertiannya dalam peraturan perundangan di Indonesia. Namur demikian parsa ahli kepariwisataan telah merumuskan pengertian tentang industri pariwisata.
Industri pariwisata adalah
keseluruhan rangkaian dan usaha menjual barang dan jasa yang diperlukan
wisatawan, selama melakukan perjalanan wisata sampai kembali ketempat asalnya.
Industri pariwisata dalam pengertian yang lain ialah industri yang berupa
seluruh kegiatan pariwisata yang utuh.
Dari batasan pengertian tersebut di
atas dapat dirumuskan bahwa pariwisata sebagai industri di sini dapat dipahami
dengan memberikan gambaran mengenai komponen-komponen kepariwisataan dalam
industri tersebut yang saling terkait satu dengan yang lain. Jadi
komponen-komponen kepariwisataan tersebut tidak dapat berdiri sendiri, namun
merupakan rangkaian jasa yang kait mengait yang dihasilkan industri-industri
Lain misalnya: industri kerajinan, perhotelan, angkutan dan lain sebagainya.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa industri pariwisata mempunyai ciri-ciri
khusus. Adapun ciri-ciri khusus mengenai industri pariwisata yaitu sebagai
berikut:
a. Produk pariwisata tidak dapat disimpan atau dipindahkan;
b. Permintaan akan produk pariwisata sangat tergantung pads musim (highly seasonal);
c. Permintaan dipengaruhi oleh faktor luar dan pengaruh yang tidak dapat atau sulit diramalkan (unpredictable influences). Misalnya, perubahan dalam nilai kurs valuta, ketidaktentraman politik, dan perubahan cuaca dapat mempengaruhi permintaan;
d. Permintaan tergantung pada banyak motivasi yang rumit. Ada lebih dan satu alasan mengapa para wisatawan mancanegara melakukan perjalanan ke luar negeri;
e. Pariwisata sangat elastis akan harga dan pendapatan. Permintaan sangat dipengaruhi oleh perubahan yang relatif kecil dalam harga dan pendapatan. Kalau harga atau pendapatan naik atau turun perubahan tersebut sangat mempengaruhi konsumsi jasa-jasa pariwisata.
a. Produk pariwisata tidak dapat disimpan atau dipindahkan;
b. Permintaan akan produk pariwisata sangat tergantung pads musim (highly seasonal);
c. Permintaan dipengaruhi oleh faktor luar dan pengaruh yang tidak dapat atau sulit diramalkan (unpredictable influences). Misalnya, perubahan dalam nilai kurs valuta, ketidaktentraman politik, dan perubahan cuaca dapat mempengaruhi permintaan;
d. Permintaan tergantung pada banyak motivasi yang rumit. Ada lebih dan satu alasan mengapa para wisatawan mancanegara melakukan perjalanan ke luar negeri;
e. Pariwisata sangat elastis akan harga dan pendapatan. Permintaan sangat dipengaruhi oleh perubahan yang relatif kecil dalam harga dan pendapatan. Kalau harga atau pendapatan naik atau turun perubahan tersebut sangat mempengaruhi konsumsi jasa-jasa pariwisata.
C. Pendapatan Asli Daerah Dari Industri
Pariwisata Dalam Menunjang Otonomi Daerah
Bagi Indonesia, industri pariwisata merupakan suatu komoditi prospektif yang di pandang mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional, sehingga tidak mengherankan apabila Indonesia menaruh perhatian khusus kepada industri pariwisata. Hal ini lebih diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa Indonesia memiliki potensi alam dan kebudayaan yang cukup besar yang dapat dijadikan modal bagi pengembangan industri pariwisatanya. Salah satu tujuan pengembangan kepariwisataan di Indonesia adalah untuk meningkatkan pendapatan devisa khususnya dan pendapatan negara dan masyarakat pada umumnya, perluasan kesempatan serta lapangan kerja dan mendorong kegiatan-kegiatan industri-industri penunjang dan industri-industri sampingan lainnya.
Bagi Indonesia, industri pariwisata merupakan suatu komoditi prospektif yang di pandang mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional, sehingga tidak mengherankan apabila Indonesia menaruh perhatian khusus kepada industri pariwisata. Hal ini lebih diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa Indonesia memiliki potensi alam dan kebudayaan yang cukup besar yang dapat dijadikan modal bagi pengembangan industri pariwisatanya. Salah satu tujuan pengembangan kepariwisataan di Indonesia adalah untuk meningkatkan pendapatan devisa khususnya dan pendapatan negara dan masyarakat pada umumnya, perluasan kesempatan serta lapangan kerja dan mendorong kegiatan-kegiatan industri-industri penunjang dan industri-industri sampingan lainnya.
Di Indonesia pengembangan industni
pariwisata masuk dalam skala prioritas khususnya bagi daerah-daerah yang miskin
akan sumber daya alam. Sesuai dengan pernyataan International Union of Official
Travel Organization (IUOTO) dalam konferensi di Roma tahun 1963 bahwa
pariwisata adalah penting bukan saja sebagai sumber devisa, tapi juga sebagai
faktor yang menentukan lokasi industri dan dalam perkembangan daerah-daerah
yang miskin dalam somber-somber alam. Ini menunjukkan bahwa pariwisata sebagai
industri jasa mempunyai andil besar dalam mendistribusikan pembangunan ke
daerah-daerah yang belum berkembang.
Dalam orde reformasi ini, merupakan
momentum awal yang sangat tepat bagi daerah untuk lebih mandiri dalam menggali
dan mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Kemandirian daerah ini
terwujud dalam pemberian kewenangan yang cukup besar meliputi kewenangan dalam
seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar
negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama
Penyerahan kewenangan tersebut
disertai juga dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana
serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut.
Merupakan konsekuensi logis bagi daerah dengan adanya penerapan otonomi daerah
maka segala sesuatu yang bersifat operasional dilimpahkan kepada daerah.
Sehubungan dengan penerapan otonomi
daerah maka segala sesuatu yang menyangkut pengembangan industri pariwisata
meliputi pembiayaan, perizinan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi menjadi
wewenang daerah untuk menyelenggarakannya. Dengan demikian masing-masing daerah
dituntut untuk lebih mandiri dalam mengembangkan obyek dan potensi wisatanya,
termasuk pembiayaan promosinya.
Sumber-sumber penerimaan daerah
dalam pelaksanaan desentralisasi berasal dan pendapatan asli daerah, dana
perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. Sumber
pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dan dalam
wilayah daerah yang bersangkutan terdiri dari hasil pajak daerah, hasil
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Dilihat dari sisi PAD maka ada
beberapa daerah di Indonesia yang miskin akan sumber daya alam sehingga tidak
dapat mengandalkan PAD-nya dari hasil sumber daya alam. Oleh karenanya
pengembangan industri pariwisata suatu daerah menjadi alasan utama sebagai
salah satu upaya meningkatkan PAD melalui pemanfaatan potensi-potensi daerah
setempat.
Pada tahun 1997, industri pariwisata
Indonesia diperkirakan menghasilkan pajak tidak langsung sejumlah 8,7% dari
keseluruhan nilai pajak tidak langsung dan pada tahun 2007 meningkat sebesar
9,6% dari total keseluruhan. Data tersebut menunjukkan bahwa industri
pariwisata Indonesia memberikan kontribusi yang cukup besar di bidang
perpajakan.
Sektor pajak mempunyai peranan
penting dalam budget negara. Pajak merupakan somber penerimaan negara yang
dipergunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin negara, juga
dipergunakan untuk membiayai pembangunan nasional. Oleh karenanya, kontribusi
pajak bagi pembangunan diharapkan tidak saja mendorong pembangunan satu wilayah
saja, akan tetapi juga dapat mendorong pembangunan secara merata sampai di
daerah-daerah terpencil di Indonesia.
Dalam ruang lingkup daerah,
kontribusi industri pariwisata di bidang perpajakan diharapkan semakin
meningkat dengan jalan melakukan pengembangan dan pendayagunaan potensi-potensi
pariwisata daerah. Hanya saja pungutan pajak tersebut harus dilakukan secara
bijaksana, artinya pungutan pajak harus tetap berpegang pada prinsip keadilan,
kepastian hukum dan kesederhanaan. Dalam menuju kemandirian daerah, potensi
industri pariwisata daerah yang dikelola dan dikembangkan dengan baik akan
meningkatkan penerimaan di bidang perpajakan. Dalam hal ini kontribusi pajak
dan industri pariwisata daerah selain sebagai sumber PAD, juga dimaksudkan
untuk membiayai pembangunan daerah.
Pada dasarnya pengembangan industri
pariwisata suatu daerah berkaitan erat dengan pembangunan perekonomian daerah
tersebut. Dampak positif yang secara langsung dapat dirasakan oleh masyarakat
daerah setempat adalah adanya perluasan lapangan kerja secara regional. Ini
merupakan akibat dari industri pariwisata yang berkembang dengan baik. Misalnya
dengan dibangunnya sarana prasarana di daerah tersebut maka tenaga kerja akan
banyak tersedot dalam proyek-proyek seperti pembangkit tenaga listrik,
jembatan, perhotelan dan lain sebagainya.
Untuk mengembangkan industri
pariwisata suatu daerah diperlukan strategi-strategi tertentu maupun
kebijakan-kebijakan baru di bidang kepariwisataan. Sebuah gagasan menarik dari
Sri Sultan HB X yang menyodorkan konsep kebijakan pariwisata borderless, yaitu
suatu konsep pengembangan pariwisata yang tidak hanya terpaku pada satu obyek
untuk satu wilayah, sedangkan pola distribusinya harus makin dikembangkan
dengan tidak melihat batas geografis wilayah.
Gagasan tersebut memberi angin segar
bagi dunia kepariwisataan di Indonesia terlebih dengan diterapkannya sistem
otonomi daerah. Paling tidal kebijakan baru tersebut menjadi salah satu
alternatif yang dapat dipergunakan untuk mengembangkan dan mendayagunakan
potensi-potensi wisata daerah melalui program kerjasama antar daerah. Namur
demikian yang perlu mendapat perhatian di sini bahwa penerapan program
kerjasama tersebut jangan sampai menimbulkan konflik yang justru berdampak
merugikan, sehingga tujuan dan pengembangan pariwisata daerah menjadi tidak
tercapai.
D. Faktor-Faktor yang Berperan Dalam
Pengembangan Industri Pariwisata Daerah
Upaya pengembangan industri panwisata daerah-daerah di Indonesia terutama dalam menghadapi otonomi daerah berkaitan erat dengan berbagai faktor. Oleh karena itu perlu dipahami faktor-faktor yang secara faktual berperan dalam pengembangan industh pariwisata khususnya di daerah-daerah, yaitu:
a. Kualitas Sumber Daya Manusia
Upaya pengembangan industri panwisata daerah-daerah di Indonesia terutama dalam menghadapi otonomi daerah berkaitan erat dengan berbagai faktor. Oleh karena itu perlu dipahami faktor-faktor yang secara faktual berperan dalam pengembangan industh pariwisata khususnya di daerah-daerah, yaitu:
a. Kualitas Sumber Daya Manusia
Salah satu kunci sukses pariwisata
di Indonesia adalah human resources development diberbagai subsistem pariwisata
tersebut. Ini menunjukkan bahwa somber daya manusia yang berkualitas memegang
peranan yang sangat penting dalam pengembangan industri pariwisata terutama
ketika pemerintah Indonesia mulai menerapkan kebijakan otonomi daerah.
Profesionalisme sumber daya manusia
Indonesia merupakan suatu tuntutan dalam menghadapi persaingan global dimana
sumber daya manusia yang dibutuhkan adalah somber daya manusia yang
berkualitas, mempunyai gagasan, inovasi dan etos kerja profesional. Tentu tidak
mudah untuk memperoleh tenaga-tenaga profesional di bidang pariwisata paling
tidak harus ada upaya-upaya untuk meningkatkan keahlian dan ketrampilan tenaga
kepariwisataan, sehingga pada akhirnya peningkatan kualitas sumber daya manusia
terutama di daerah-daerah tujuan wisata berpengaruh positif pada perkembangan
industri pariwisata daerah.
b. Promosi Kepariwisataan
Upaya-upaya pengenalan potensi-potensi budaya dan alam di daerah-daerah Indonesia dilakukan dengan jalan melakukan promosi kepariwisataan. Pada abad 21, di mana perkembangan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi demikian pesat maka diperkirakan akan terjadi persaingan di pasar global khususnya persaingan di bidang industri pariwisata. Oleh karenanya promosi kepariwisataan merupakan suatu strategi yang harus dilakukan secara berkesinambungan baik di tingkat internasional maupun regional.
Upaya-upaya pengenalan potensi-potensi budaya dan alam di daerah-daerah Indonesia dilakukan dengan jalan melakukan promosi kepariwisataan. Pada abad 21, di mana perkembangan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi demikian pesat maka diperkirakan akan terjadi persaingan di pasar global khususnya persaingan di bidang industri pariwisata. Oleh karenanya promosi kepariwisataan merupakan suatu strategi yang harus dilakukan secara berkesinambungan baik di tingkat internasional maupun regional.
Sehubungan dengan kebijakan
pemerintah Indonesia mengenai penyelenggaraan otonomi daerah, maka
masing-masing daerah diharapkan mampu menarik pars wisatawan baik mancanegara
maupun domestik untuk berkunjung ke daerah tujuan wisata yang ada di Indonesia
dengan jalan semakin meningkatkan promosi kepariwisataannya.
Adalah kenyataan pahit ketika
indutri pariwisata di Indonesia mengalami krisis mulai tahun 1997 sampai dengan
memasuki tahun 2000 sebagai akibat ketidakstabilan. politik, sosial dan.
ekonomi. Merosotnya jumlah wisatawan di daerah-daerah tujuan wisam selama ini
merupakan bukti bahwa situasi dan kondisi politik suatu negara berdampak pada
terganggunya seluruh kegiatan kepariwisataan.
Prospek industri pariwisata di tahun
2000 ini tergantung pada banyak faktor. Dalam hal ini aspek promosi merupakan
salah faktor penentu pengembangan potensi pariwisata khususnya di daerah-daerah
Indonesia, sehingga dapat dikatakan bahwa promosi memainkan peran kunci dalam
kinerja masa mendatang industri pariwisata Indonesia.
c. Sarana dan Prasarana
Kepariwisataan
Motivasi yang mendorong orang untuk mengadakan perjalanan akan menimbulkan permintaan-permintaan yang sama mengenai prasarana dan sarana kepariwisataan seperti jaringan telekomunikasi, akomodasi dan lain sebagainya. Dalam hal ini kesiapan sarana dan. prasarana kepariwisataan merupakan salah satu faktor penentu berhasilnya pengembangan industri pariwisata daerah. Terlebih ketika program otonomi telah diterapkan, maka masing-masing daerah dituntut untuk lebih memberikan perhatiannya pada penyediaan sarana prasarana kepariwisataan yang memadai dan paling tidak sesuai dengan standar intemasional.
Motivasi yang mendorong orang untuk mengadakan perjalanan akan menimbulkan permintaan-permintaan yang sama mengenai prasarana dan sarana kepariwisataan seperti jaringan telekomunikasi, akomodasi dan lain sebagainya. Dalam hal ini kesiapan sarana dan. prasarana kepariwisataan merupakan salah satu faktor penentu berhasilnya pengembangan industri pariwisata daerah. Terlebih ketika program otonomi telah diterapkan, maka masing-masing daerah dituntut untuk lebih memberikan perhatiannya pada penyediaan sarana prasarana kepariwisataan yang memadai dan paling tidak sesuai dengan standar intemasional.
Pengusahaan obyek dan daya tarik
wisata meliputi kegiatan membangun dan mengelola obyek dan daya tarik wisata
beserta prasarana dan sarana yang diperlukan. Dengan demikian perlu adanya
pembangunan dan pengelolaan sarana prasarana di daerah-daerah tujuan wisata
untuk mendukung penyelenggaraan pariwisata.
Sarana prasarana tempat merupakan
unsur pokok dalam mata rantai kegiatan industri pariwisata. Apabila pembenahan
dan pengelolaan sarana prasarana kepariwisataan ditelantarkan akan berakibat
pada tidak tercapainya dampak positif industri pariwisata dalam peningkatan
PAD, penciptaan lapangan kerja dan sebagai pendorong pembangunan daerah.
Ketiga faktor di atas merupakan
faktor kritis. yang perlu mendapat perhatian serius dalam rangka pengembangan
industri pariwisata daerah. Tujuan pengembangan industri pariwisata daerah
dapat tercapai apabila ketiga faktor tersebut dilaksanakan secara terpadu dan
berkesinambungan. Hanya saja perlu disadari bahwa pengembangan pariwisata
sebagai industri memerlukan biaya yang tidak sedikit. Terlebih dengan mulai
diterapkannya otonomi daerah, maka pola perencanaan yang terpadu mutlak
diperlukan sebelum mulai dengan pengembangan industri pariwisata.
Pada dasamya, perencanaan bermaksud
memberi batasan tentang tujuan yang hendak dicapai dan menentukan cara mencapai
tujuan yang dimaksudkan Dengan demikian pengembangan industri pariwisata suatu
daerah perlu mempertimbangkan segala macam aspek. Ini disebabkan industri
pariwisata merupakan industri jasa yang tidak dapat berdiri sendiri, akan
tetapi selalu berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
berbagai sektor lain. Jadi maju mundumya industri pariwisata tidak hanya
tergantung pada sektor pariwisata saja.
(Purwokerto, 30.05.2011. 01.00 WIB.)
Diposkan oleh R E S O N A N S I di 5/29/2011 10:28:00 AM
Reaksi:
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar